KRITIK SOSIAL DALAM STAND UP COMEDY
KRITIK SOSIAL DALAM STAND UP COMEDY
Stand up comedy atau komedi tunggal merupakan salah satu bentuk pertunjukan komedi yang sangat populer dan banyak ditonton oleh masyarakat. Dalam pertunjukan ini, seorang pelawak tunggal atau komedian akan tampil di atas panggung untuk menghibur penonton dengan materi-materi yang lucu dan menggelitik.
Stand Up Comedy merupakan sebuah genre di dalam komedi, dimana seseorang melakukan monolog dengan tujuan utama membuat tawa, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Stand Up Comedy juga digunakan untuk tujuan lainnya, seperti motivasi, pendidikan, industri, demokrasi, dan bahkan dalam menyampaikan kritik sosial.
Studi tentang hubungan di antara komedi dan politik telah menjadi pusat perhatian sejumlah peneliti. Berdasarkan penelitian Pew Research Center for the People and the Press pada tahun 2002 (di dalam Young dan Tisinger 2006), terdapat 21 persen anak muda (18-29 tahun) yang memperoleh informasi secara teratur tentang kampanye presiden dari komedi The Daily Show dan Saturday Night Live. Young dan Tisinger (2006) menemukan hubungan positif di antara menonton komedi tengah malam dan menonton berita dalam bentuk umum (tradisional).
Di Indonesia, menurut pengamat sosial politik dan pemerhati komedi Indonesia, Bukhori Muslim, SH. MH. Saat ditemui di salah satu acara silaturahmi alumni sekolah smu beberapa waktu lalu di Bogor, menyatakan bahwa saat ini penelitian terhadap humor atau komedi, khususnya stand-up comedy, dan politik Indonesia masih terbatas pada kajian komunikasi, sastra dan media. Meskipun eksistensi para komik di media telah dimulai sejak program TV ramai, namun demikian belum banyak kajian sosiologi menganalisa fenomena tersebut. Komika menggunakan aksi speech (berbicara) untuk merepresentasikan realitas sosial, budaya, politik dan ekonomi melalui komedi.
Kang Bukhori menambahkan, kita semua dapat menyuarakan pesan demokrasi di Indonesia. Sekelas Komika yang sedang menjadi perhatian media saat ini salah satunya adalah Rony Imanuel yang dikenal dengan nama Mongol dalam aksi panggungnya Mongol menyampaikan pesan positif bahwa Indonesia membutuhkan generasi yang peduli terhadap bangsa dan negara, anak bangsa yang membuat karya positif, karya kreatif untuk kemajuan pendidikan dan kemajuan disegala bidang di Indonesia. Dan sebagai komika tetap mampu menyampaikan muatan komunikasi untuk menghasilkan tawa dan hiburan kepada para penonton, namun melalui cara ini, demokrasi dapat terwujud. Komika sebagai komunikator politik. Komika menggunakan speech (berbicara) sebagai aksi, tidak hanya untuk menyuarakan demokrasi dalam bentuk berbeda. Komika juga berperan sebagai agen pengetahuan dan sosialisasi politik. Selain itu, komika menyuarakan kata-kata sebagai representasi realitas sosial dan kritik sosial, bukan dengan kekuatan dan kekerasan. Jika komika dan apapun profesi kita ingin Indonesia maju, Indonesia sejahtera adil dan makmur, sudah seharusnya kita peduli dan turut serta dalam aksi nyata dalam pembangunan Indonesia dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki masing-masing. Bravo Komika Indonesia, Bravo Pemuda Indonesia.
Edited by Arsy
Belum Ada Komentar